UPAYA DOMESTIKASI DAN PENGEMBANGBIAKAN BIOTA AIR IKAN LALAWAK (Barbodes sp.) MELALUI PENERAPAN KONSEP EKOFISIOLOGIS ORGANISIME


UPAYA DOMESTIKASI DAN PENGEMBANGBIAKAN BIOTA AIR IKAN LALAWAK (Barbodes sp.) MELALUI PENERAPAN KONSEP EKOFISIOLOGIS ORGANISIME

Arif Tantriadi Nugroho
Program Magister Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro



I.      Pendahuluan
Sumberdaya air, termasuk di dalamnya perairan umum (sungai, danau, situ, rawa dan genangan air lainnya) memiliki banyak fungsi dan salah satunya adalah sebagai habitat hidup ikan. Ikan-ikan alami yang menghuni badan air tersebut saat ini banyak yang terancam keberadaannya, bahkan banyak spesies diantaranya sudah tidak ditemukan lagi. Hal ini salah satunya disebabkan oleh penurunan kualitas air (meningkatnya kadar bahan pencemar: deterjen, minyak, pestisida, logam berat, kadar lumpur dan lain-lain) dan menurunnya debet air terutama pada musim kemarau serta penangkapan ikan yang berlebihan dan dengan cara yang berbahaya.
Selanjutnya penyebab penurunan kualitas air tersebut dapat juga akibat meningkatnya limbah domestik, pertanian dan industri yang masuk ke badan air sedangkan penurunan kuantitas air salah satunya dapat disebabkan oleh penggundulan hutan di daerah hulu sungai sehingga menimbulkan erosi yang pada akhirnya menyebabkan pendangkalan sungai dan waduk/danau, serta berkurangnya daerah resapan air di daerah aliran sungai. Kepunahan ikan juga dapat disebabkan akibat meningkatnya usaha penangkapan ikan di perairan umum. Pada hakekatnya ikan-ikan alami tersebut merupakan plasma nutfah yang sangat berguna untuk manusia baik langsung maupun tidak langsung, akan tetapi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut seringkali berlebihan tanpa memperhatikan aspek kelestariannya sehingga saat ini beberapa jenis diantaranya telah berstatus sebagai  ikan langka.
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 – 1914).  Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Sedangkan fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari proses fisiologi organisme, sehingga ekofisiologidapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara lingkungan dengan dengan proses fisiologi dalam tubuh. Beberapa kondisi yang ekologis yang berpengaruh terhadap proses fisiologi, terutama habitat, temperature, salinitas, kadar oksigen dan kondisi anaerobiosis (pada bivalvia)
II.      Tinjauan Pustaka
2.1.    Pengertian Domestikasi
Menurut Helvoort, 1985 dalam Alikodra (2010), domestikasi satwa liar adalah urutan proses pembentukan jenis (Speciation) dalam suatu populasi yang semakin lama semakin disesuaikan dengan keadaan tidak liar, melalui mekanisme-mekanisme genetika populasi, untuk mendekati/mencapai tuntutan kebutuhan manusia.
Dalam proses domestikasi, manusia memegang andil dalam proses perkembangan organisme, Evans (1996) menyatakan bahwa domestikasi mencakup perubahan genetic yang berlangsung berkesinambungan semenjak dibudidayakan, sehingga domestikasi berkaitan dengan seleksi dan manajemen oleh manusia. Spesies eksotik – organisme yangdipindahkan dari habitat aslinya ke wadah budidaya, karakteristik genetiknya terubah dengan maksud tertentu, atau sebaliknya, melalui pemeliharaan, seleksi dan manajemen genetik (Pullin,1994). Dalam hal ini, mendomestikasi adalah menaturalisasikan biota ke kondisi manusia dengansegala kebutuhan dan kapasitasnya. Domestikasi hewan adalah sebuah proses panjang, yang memerlukan waktu lama sertadana dan daya yang besar. Di dalamnya terlibat berbagai kegiatan penelitian yaitu : inventarisasi,karakterisasi,  kajian  potensi,  seleksi,  penangkaran,  dan  pemuliaan  untuk  pemanfaatanberkelanjutan.
Menurut Zairin (2003), ada beberapa tingkatan yang dapat dicapai manusia dalam upaya penjinakan  hewan  ke  dalam  suatu  sistem  budidaya.  Tingkatan  dimaksud,  sebagaimana berlangsung contohnya pada ikan, adalah sebagai berikut.
1.  Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidup ikan sudah dapat  berlangsung dalam  sistem  budidaya.  Ikan  asli  Indonesia  yang  demikian  dicontohkan  oleh  gurami(Osphroneus gouramy ), tawes (Puntius javanicus), kerapu, bandeng, dan kakap putih.
2.  Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidupnya dapat berlangsung dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya masih rendah.  Ikan asli Indonesia yang terjinakkan sedemikian dicontohkan oleh betutu, balashark, dan arowana.
3. Domestikasi  belum  sempurna,  yaitu  apabila  baru  sebagian  daur  hidupnya  dapat berlangsung  dalam  sistem  budidaya.  Contohnya  antara  lain  :  ikan  Napoleon    (Cheilinusundulatus), dan tuna

2.2.        Biologi Ikan Lalawak (Barbodes sp.)
Ikan lalawak  (Barbodes  sp.) merupakan salah satu spesies ikan yang terdapat di perairan umum kabupaten Sumedang, namun saat ini keberadaannya sudah sulit didapatkan. Salah satu perairan umum yang menjadi habitat ikan lalawak adalah sungai Cikandung yang terletak di kecamatan Buah Dua kabupaten Sumedang.
Ikan lalawak yang ditemukan di perairan Cimanuk memiliki fekunditas (potensi reproduksi) sebesar 12.200 sampai 13.500 butir telur, dengan nilai GSI (gonado somatik index) pada ikan betina TKG IV (tingkat kematangan gonad) sebesar 5.6 sampai 14.2%. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa nilai fekunditas dari suatu spesies ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ketersediaan makanan (Wooton 1979), ukuran ikan (panjang dan berat) (Synder 1983) dan ukuran diameter telur (Woynarovic dan Horvath 1980) serta faktor lingkungan (Abidin 1986).
Ikan lalawak biasa mempunyai bentuk tubuh agak memanjang sedang ikan lalawak  jengkol membulat.  Keberadaan  ikan ini di alam lama kelamaan dikhawatirkan punah, karena makin meningkatnya upaya panangkapan akibat meningkatnya kebutuhan masyarakat akan protein hewani khususnya yang bersal dari ikan.
Untuk mencegah kepunahan ikan tersebut maka diperlukan berbagai informasi yang menunjang pelestarian ikan lalawak melalui pengelolaan baik secara konservasi maupun budidayanya. Ikan lalawak merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di perairan umum (seperti sungai Cimanuk) dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi, walaupun belum menjadi jenis ikan yang terancam punah, ikan ini perlu mendapat perhatian karena di beberapa lokasi  keberadaannya sudah sangat berkurang (Sjafei  et al . 2001)
2.3.    Parameter Uji
Adapun parameter karakteristik morfometrik-meristik yang diamati mengacu kepada metode yang digunakan oleh  Affandi  et al. (1992), yaitu: panjang total, panjang ke pangkal cabang sirip ekor, panjang baku, panjang kepala, panjang bagian di depan sirip punggung, panjang dasar sirip punggung dan sirip dubur, panjang batang ekor, tinggi badan, tinggi batang ekor, tinggi kepala,  lebar kepala,   lebar badan, tinggi sirip punggung dan sirip dubur, panjang sirip dada dan sirip perut, panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang, panjang jari -jari keras dan jari-jari lemah, panjang hidung, panjang ruang antar mata, lebar mata, panjang bagian kepala di belakang mata, panjang antara mata dengan sudut operkulum, tinggi pipi, panjang rahang atas, panjang rahang bawah, lebar bukaan mulut,   jari-jari sirip punggung (D), sirip dada (P), sirip perut (V), sirip dubur (A) dan sirip ekor (C), serta sisik di depan sirip punggung, sisik pipi, sisik di sekeliling badan, sisik batang ekor, sisik pada garis rusuk dan garis sisi. Sedangkan untuk kromosom parameter uji berdasarkan panjang lengan kromosomnya. 
 
                     Gambar : karakter morfometrik dan meristik ikan Lalawak


 Keterangan:
1. Panjang total; 2. Panjang baku; 3. Panjang sampai cagak; a. Panjang hidung;                           b. Lebar mata; c. Panjang kepala; d. Panjang kepala di belakang mata;                       
e. Panjang  antara mata dengan sudut tutup insang; f. Tinggi pipi;                              
g. Panjang  rahang bawah; h. Panjang rahang atas; i. Panjang di depan mata;                            P. Sirip dada; V. Sirip perut; A. Sirip dubur; C. Sirip ekor; D. Sirip punggung
Untuk mengetahui kemampuan reproduksi dari varietas   ikan lalawak baik yang berasal dari  hasil tangkapan di perairan umum (sungai)  maupun  kolam masyarakat beberapa parameter uji yang dapat digunakan adalah:  - Indeks Kematangan Gonad, dan Tingkat Kematangan Gonad, fekunditas relatis, bobot telur, dan diameter telur. (Yulfiperius, 2006)
2.4. Penerapan konsep ekofisiologis
2.4.1. Suhu
Merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh. Suhu tinggi cenderung menyebabkan kandungan oksigen terlarut menurun, di lain pihak menyebabkan konsumsi oksigen meningkat (Philips 1972). Pada ikan kemampuan dalam mentoleransi suhu rendah banyak memperoleh hambatan dibanding suhu tinggi.  Metabolisme  merupakan reaksi kimia dan proses kerjanya dipengaruhi oleh suhu. Ikan mempunyai selang suhu optimum untuk memenuhi laju metabolisme yang diinginkan (Philips 1972).
2.4.2. Kadar Oksigen
Kebutuhan oksigen terlarut ikan bervariasi, bergantung kepada spesiesnya. Wardoyo (1981) menyatakan bahwa kebutuhan organisme akan oksigen bergantung kepada jenis, stadia dan aktivitasnya. Jika kandungan oksigen di perairan tidak dipertahankan maka hewan peliharaan akan mengalami stress, mudah terserang parasit dan penyakit atau mati (Stickney  1979). Selanjutnya dikemukakan bahwa, kadar oksigen terlarut yang layak bagi kehidupan ikan tidak kurang dari 2 ppm. Ikan memerlukan oksigen untuk mengoksidasi nutrien yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsinya agar di peroleh energi untuk berbagai aktivitas, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi atau sebaliknya (Zonneveld  et al . 1991).
2.4.3. Kadar pH
Selanjutnya Piedrahita dan Seland (1994) mengemukakan bahwa pH berpengaruh terhadap kesadahan dan  lingkungan perairan alami maupun dalam sistem budidaya. Perairan dengan pH  berkisar antara 6.5 sampai 9.0 sangat baik bagi pertumbuhan ikan, sedangkan pada kisaran pH 4.0 sampai 6.5 dan 9.5 sampai 11.0 pertumbuhannya cenderung lambat (Swingle 1969 dalam Boyd 1982). 
2.4.4. Alkalinitas
Sedangkan yang dimaksud dengan alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen (Stumn dan Morgan 1981). Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasi tas penyangga terhadap perubahan pH perairan (Vasilind et al. 1993).
Alkalinitas berhubungan juga dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Agar sel -sel organ tubuh ikan dapat berfungsi dengan baik, maka sel-sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan (osmoregulasi) agar tercipta komposisi dan konsentrasi ionik cairan dalam sel dengan cairan di luar sel yang hampir sama.
2.4.5. Habitat/media budidaya
Dalam proses perkembangbiakan ikan secara alami, air sebagai media hidupnya juga turut berperan.  Air sebagai lingkungan tempat hidup organisme perairan harus mampu mendukung kehidupan da n pertumbuhan organisme tersebut. Dalam kegiatan budidaya, perbedaan dari masing-masing siklus kehidupan sudah banyak dipelajari. Seperti pada budidaya ikan sistem air mengalir, air hanya bertindak sebagai sarana bagi transpor  oksigen dan hasil buangan yang berasal dari ikan dan sebagai akibatnya kualitas air tersebut dapat diterima selama kualitas air tertsebut tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap sasaran antara lain pertumbuhan ikan, penetasan telur dan sebagainya.
III.         Diskusi
3.1.        Ciri Fisik Ikan Lalawak
Domestikasi ikan perairan umum merupakan upaya untuk melestarikan dan meningkatkan stok ikan di perairan umum yang keberadaannya mulai punah. Kepunahan tersebutdapat terjadi secara alami atau sebagai akibat dari kegiatan manusia. Salah satu ikan perairan umum yang mulai punah dan sukar didapatkan di perairan umum Kecamatan Congeang dan Buah Dua Kabupaten Sumedang adalah ikan lalawak. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya pelestarian  melalui domestikasi dan pengembangbiakannya.
Ada tiga macam sebutan ikan lalawak yang sudah lazim di lingkungan masyarakat Kecamatan Congeang dan Buah Dua Kabupaten Sumedang yaitu lalawak jengkol, lalawak kolam dan lalawak sungai serta masing-masingnya mempunyai ciri -ciri tersendiri. Ikan lalawak jengkol sangat mudah dikenali oleh masyarakat, karena bentuk badannya membulat seperti jengkol, ikan lalawak sungai bentuk tubuh dan kepalanya pipih, berwarna perak kehijauan, lebih cerah dibandingkan dengan ikan lalawak kolam dan jengkol
 Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda dengan lalawak sungai dan lalawak kolam walaupun jumlahnya sama 24 pasang. Semakin jauh hubungan kekerabatan suatu organisme, semakin besar kemungkinan perbedaan jumlah, bentuk, serta susunan kromosomnya dan semakin dekat kedudukan taksonomin ya semakin banyak persamaan bentuk, ukuran dan jumlah kromosomnya. Kesamaan jumlah kromosom dapat saja terdapat pada dua spesies yang berbeda dalam satu genus yang sama, tetapi ukuran, bentuk dan susunan masing-masing spesies akan terlihat berbeda. (Yulfiperius, 2006)
3.2.    Kajian Ekologi
         Berdasarkan kajian ekologi, ikan lalawak dapat hidup pada suhu 25 sampai 28C, kecerahan 25 sampai 35 cm, pH 6 sampai 7, oksigen terlarut 3.43 sampai 6.61 mg/l, kadar amonia 0.095 sampai 0.19 mg/l dan alkalinitas 85 sampai 160 ppm CaCO3. Berdasarkan analisis  index of preponderance, jenis makanan ikan lalawak berupa phytoplankton, zooplankton, invertebrata air dan detritus. Sedangkan makanan utamanya adalah berupa phytoplankton. Masing-masing faktor saling berinteraksi dan mempengaruhi faktor-faktor lainnya. Salah satu parameter kualitas air yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan adalah alkalinitas. Berdasarkan hasil penelitian, alkalinitas media pemeliharaan yang baik untuk pertumbuhan ikan lalawak adalah sebesar 85 ppm CaCO3.
         Alkalinitas media berpengaruh terhadap proses osmoregulasi. Alkalinitas media berkaitan dengan tekanan osmotik media dan tekanan osmotik media akan berpengaruh terhadap tekanan osmotik tubuh. Tekanan osmotik media pemeliharaan berkisar antara 97.33 sampai 340.43 mOsm/L  H2O. Sedangkan untuk ikan air tawar berada pada kondisi yang hiperosmotik, dimana cairan tubuhnya kira-kira 300 mOsm/l (Bond 1997  dalam Affandi dan Usman 2002). Pada kondisi seperti ini, ion-ion cenderung keluar tubuh secara difusi dan cairan internal akan kekurangan ion karena ekskresi dan air dari media/lingkungan hidup akan mempunyai kecenderungan menembus masuk k e dalam bagian tubuh ikan yang mempunyai dinding tipis (Affandi dan Usman 2002). Hal ini menunjukkan adanya respon fisiologis dan biokimia dari ikan lalawak terhadap perbedaan alkalinitas media pemeliharaan dan senantiasa tekanan osmotik cairan tubuh lebih tinggi dari tekanan osmotik medianya (hiperosmotik).
         Dalam budidaya ikan ada beberapa faktor yang penting diperhatikan, salah satunya adalah pakan sebagai sumber energi untuk berbagai aktivitas, satu diantaranya adalah pertumbuhan. Jumlah dan kualitas protein akan mempengaruhi pertumbuhan. Pakan merupakan sumber energi bagi ikan, dan sumber energi utama pada ikan adalah protein. Protein seringkali merupakan sumber energi yang mahal dalam komponen formulasi pakan ikan
4. Kesimpulan
  Ikan lalawak merupakan ikan perairan umum yang dapat didomestikasikan baik di lingkungan semi alami (kolam) maupun terkontrol (akuarium).
·         Ikan lalawak jengkol merupakan varietas baru dari genus  Barbodes sp, dan keberadaannya sudah sulit untuk didapatkan dibandingkan ikan lalawak lain (sudah mulai langka).
·         Ada beberapa unsure yang harus dperhatikan dalam domestikasi yaitu suhu, Habitat, kadar pH, Kadar oksigen, dan Alkalinitas yang terbaik untuk pemeliharaan ikan lalawak jengkol adalah 85ppm CaCO3.  







Daftar pustaka
Abidin AZ. 1986. The reproductive biology of a tropical cyprinid,  Hampala macrolepidota  from Negara Zoo Lake, Kuala Lumpur, Malaysia. J. Fish Biol. 29: 381-391.
Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 1992. Ikhtiologi. Suatu pedoman kerja laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.
Affandi R, Usman MT. 2002. Fisiologi Hewan Air. UNRI Press. 213 Hal. 
Boyd CE, Lichkoppler. 1982. Water  Quality Management in  Fish Pond Culture. International Centre for Aquaculture Experiment Station. Auburn University Press. Alabama.  318 p.
Evans, L.T.  1996.  Crops Evolution, Adaptation, and Yield.  Combridge Univ. Press.
Philips J. 1972. Calory and Energy Requirements in Fish Nutrition. Edited by J. E. Halver. Acad. Press. Inc. New York. 713 pp
Sjafei DS, Susilo  SB, Rahardjo MF, Sulistiono. 2001. Suistainable Management   and Conservation Based on Ichthyofauna Diversity in Cimanuk River  Basin. Faculty of Fisheries and Marine Science. Bogor Agricultural   University.
Piedrahita RH, Seland  A. 1994. Calculation of pH in fresh and seaw  aquaculture systems. Aquaculture Engineering, 14 (4) : 331 – 346 p. 
Stickney RR. 1979. Principle of warm water aquaculture. John Wiley and Sons   Inc. Toronto. 375 p. In Chervinsky, J.,  and S. Rothbard. 1981. An aid in manually sexing tilapia. Aquaculture, 26 : 389.
Vasilind PA, Peirce  JJ,  Weiner  RF. 1993. Enviromental  Engineering. Butterworth-Heinemann. USA. 544 p. 
Wardoyo STH. 1981. Kriteria kualitas air untuk keperluan pertanian dan perikanan. Analisa  Dampak  Lingkungan. PPLH-UNDP-PUSDI-PSL, Institut Pertanian Bogor
Yulfiperius. 2006. Domestikasidan Pengembangbiakan dalam Upaya Pelestarian Ikan Lalawak (Barbodes sp.). disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Zonneveld N, Huisman EA, Boon  JH.  1991. Prinsip -prinsip Budidaya  Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 318 hal.

Comments

Popular posts from this blog

POLA ADAPTASI BIOTA INTERTIDAL TERHADAP VARIASI PASANG-SURUT DI DAERAH MANGROVE (KERANG Polymesoda coaxans)

EKOFISIOLOGI DAN PROSES RESPIRASI (KONSUMSI OKSIGEN PADA KERANG)