Pengaruh Pestisida Terhadap Organisme Laut Sedentary (BIVALVIA)

(Oleh :Arif Tantriadi Nugroho)

1. Pendahuluan
Dengan berkembangnya teknologi kimia pada saat ini, mengakibatkan meningkatnya penggunaan bahan-bahan kimia sintetis. Dalam sector pertanian, penggunaan bahan kimia sperti herbisida, fungisida dan lain-lain pada saat ini sangat diperlukan dalam jumlah yang semakin besar agar meningkatkan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan masyarakat yang kian meningkat jumlahnya. Dalam sector perindustrian, pertambangan dan pembangkit listrik pneggunaan senyawa polikhlorobiphenil dan penggunan bahan bakar minyak  kian meningkat pula untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat yang makin modern.
Melihat kondisi yang demikian maka perairan-prairan di sekitar aktifitas tersebut, secara langsung ataupun tidak langsung akan menerima dampak limbah-limbah diatas yang pada akhirnya akan mengalir kelaut dan tentu akan terjadi pencemaran laut.   
Akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya, kegiatan manusia menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai ke laut karena laut menerima zat-zat pencemar baik yang berupa zat padat maupun cair terutama yang dibawa oleh sungai sebagai tempat yang paling mudah membuang limbah yang akhirnya bermuara ke laut. Hal ini perlu dicegah atau setidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin (Alkarkhi, 2008).
Menurut Cahaya (2003) yang mengutip pendapat Soemarwoto, pencemaran adalah perubahan sifat fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Perubahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainya,  tempat tinggal dan peninggalan-peninggalan, atau dapat merusak sumber bahan mentah. Pencemaran terjadi apabila terdapat gangguan dalam daur materi yaitu apabila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan zat tersebut.
Salah satu sumber bahan pencemaran laut adalah dari sisa bahan peptisida Limbah pertanian dapat berasal dari limbah hewan, pupuk, maupun pestisida. Pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari air laut. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang atau alga. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak seperti yang diakibatkan pencemaran oleh deterjen. Limbah pestisida mempunyai aktifitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air keluar dari daerah pertanian, dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang dan hewan air lainnya. Pestisida mempunyai sifat relatif tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dan cenderung konsentrasinya meningkat dalam lemak dan sel-sel tubuh mahluk, ini dinamakan Biological Amplification sehingga apabila masuk dalam rantai makanan konsentrasinya makin tinggi dan yang tertinggi adalah pada konsumen puncak. Contohnya ketika di dalam tubuh ikan kadarnya 6 ppm, di dalam tubuh burung pemakan ikan kadarnya naik menjadi 100 ppm dan akan meningkat terus sampai konsumen puncak.

II. Pengertian Pestisida
Pestisida adalah nama umum yang diberikan kepada semua zat kimia yang digunakan untuk pemberantasan hama, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman, memberantas dan mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi (Muchtar,1992).
Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Berdasarkan jenis hama sasaran, pestisida dapat dikelompokkan ke dalam: (Wudianto, 2001):
1. Insektisida untuk mematikan serangga
2. Herbisida untuk mematikan gulma
3. Fungisida untuk mematikan jamur
4. Rodentisida untuk mematikan tikus
5. Muloskisida untuk mematikan siput
6. Bakterisida untuk mematikan bakteri
7. Nematisida untuk mematikan nematode.
Sifat fisis dan kimia dari kelompok pestisida ini berbeda-beda yang mengakibatkan persistensinya(ketahanan terhadappenguraian) berbeda pula di lingkungan. Makin besar sifat persistensi suatu pestisida makin besar potensinyauntuk mencari lingkungan, misalnya DDT, dieldrin, khlordan, heptachlor, dan sebagainya. 

2.1. sifat-sifat/karakteristik pestisida
Dalam menentukan jenis pestisida yang tepat perlu diketahui karakteristik pestisida, yang meliputi : 
a.  Efektifitas : merupakan daya bunuh pestisida terhadap  hama. Pestisida yang bagus seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk mengendalikan hama dengan dosis yang tidak perlu tinggi, sehingga memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan. 
b.  Selektifitas : sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan kemampuan pestisida membunuh beberapa jenis organisme. Pestisida yang disarankan adalah pestisida yang bersifat selektif atau berspektrum sempit. 
c.  Fitotoksisitas : merupakan suatu sifat yang menunjukan potensi pestisida untuk menimbulkan efek keracunan pada tanaman yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal setelah aplikasi pestisida. Pestisida yang sebaiknya digunakan adalah pestisida dengan fitotoksisitas yang rendah
d.  Residu : adalah racun yang tinggal,  yang akan bertahan sebagai racun sampai batas waktu tertentu. 
e.  Persistensi : kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat berbahaya karena dapat meracuni lingkungan. 
f.  Resistensi : merupakan kekebalan hama terhadap aplikasi suatu jenis pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan resistensi sebaiknya tidak digunakan. 
g.  LD 50 atau Lethal Dosage 50% : besarnya dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah sampel yang diberi perlakuan. 
h.  Kompatabilitas : adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif
2.2. Sumber Pencemaran pestisida
Penggunaan pupuk nitrogen dan fosfat dalam bidang pertanian telah dilakukan  sejak lama secara meluas. Pupuk kimia ini dapat menghasilkan produksi tanaman pangan yang tinggi sehingga menggunakan petani. Tetapi di lain pihak, nitrat dan fosfat dapat mencemari sungai, danau, dan lautan. Sebetulnya sumber pencemaran nitrat ini tidak hanya berasal dari pupuk pertanian saja, karena di udara atmosfer bumi mengandung 78% gas nitrogen. Pada waktu hujan dan terjadi kilat dan petir, di udara akan terbentuk ammonia dan nitrogen (NH4-, NO3-) dan terbawa air hujan menuju permukaan tanah. Nitrogen akan bersenyawa dengan komponen yang kompleks lainnya.
Menurut Alamsyah (1999),  pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat  diakibatkan oleh limbah buangan  kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) maupun kegiatan atau  aktivitas di lautan  (sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas  kontaminasi secara fisik dan kimiawi.    Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) yang  berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : penebangan  hutan (deforestation),  buangan limbah industri (disposal of industrial wastes), buangan limbah pertanian  (disposal of agricultural wastes), buangan limbah cair domestik (sewage disposal), buangan limbah padat (solid wastes disposal), konversi  lahan mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion), dan reklamasi di kawasan pesisir (reclamation).

2.3. Pemanfaatan pestisida
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit  yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut.
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang. 
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).                       

III.  Dampak Pestisida
3.1. Dampak pestisida terhadap manusia
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.
Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan. Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004). 
Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing dan kudis. Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, seperti gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Quijano, 1999).




3.2.  Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Dibalik manfaatnya yang besar, pestisida memiliki dampak yang cukup merugikan pada pemakaiannya. Pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada di sekitar lahan pertanian. Jika pestisida digunakan, akan menghasilkan sisa-sisa air yang mengandung pestisida. air yang mengandung pestisida ini akan mengalir melalui sungai atau aliran irigasi (Dhavie, 2010).
Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara. Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara,air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan terlebih manusia.
Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi.
Masalah pencemaran yang dikaitkan  dengan pertanian adalah  sedimentasi pestisida dan pupuk. Aliran air hujan dari daerah pertanian juga mengandung bahan makanan yang besar seperti  senyawa  nitrogen yang jika sampai ke laut dapat menyebabkan masalah eutrofikasi.   Pestisida  digunakan  dengan  maksud untuk pembasmian hama dalam pertanian. Hanya saja, sifat  toksisitas pestisida telah diketahui dapat menimbulkan kanker. Selain itu, bahaya  utama  yang  telah diketahui dari sisa pestisida adalah kemampuan untuk merusak biota laut dikarenakan  daya akumulasinya pada biota laut. Dalam konsentrasi yang rendah  (karena sudah terencerkan), pestisida biasanya memang tidak sampai mematikan ikan, tetapi menghambat pertumbuhan. Tetapi untuk beberapa organisma laut, terutama jenis crustacea seperti udang dan kepiting, senyawa-senyawa organoklorin dan organofosfat telah bersifat letal sekalipun dalam dosis rendah.



Gambar 1: Proses Pencemaran Pestisida di Laut




3.3. Dampak Pestisida Terhadap organisme akuatik
Bila dalam suatu ekosistem laut dimasukkan suatu zat pencemar, maka zat pencemar tersebut akan mengalami proses akumulasi, yaitu proses fisika, proses kimia dan proses biologis. Akumulasi melalui proses biologis inilah yang disebut bioakumulasi.
Pada gambar 1 diperlihatkan mekanisme yangterjadi bila zat pencemar (missal pestisida,PCB,PAH) masuk ke ekosistem laut, akan mengalami proses pngenceran, karena adanya arus dan turbulensi di laut, zat pencemar itu akan teraduk dan dibawa oleh arus dan biota beruaya
Zat pencemar tersebut dalam ekosistem laut akan mengalami pemekatan karena adanya proses biologis, dan selanjutnya akan diserap oleh ikan, plankton nabati, rumput laut, dan tumbuhan lainnya yang pada akhirnya akan menjadi makanan ikan dan mamalia. Selain itu, pemekatan juga disebabkan oleh proses fisis dan kimiawi yang pada akhirnya terjadi pengendapan di dasar laut.
Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi system syaraf pusat.
• Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat merubah tingkah laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan. 
• Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun pestisidadibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati).
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit terurai. Panas dari industri juaga akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu. (Alamsyah, dkk., 1999)
Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut. 
 Model pencemaran seperti yang dikemukakan, terjadi melalaui rantai makanan, yang bergerak dari aras tropi yang terendah menuju aras tropi yang tinggi. Mekanisme seperti yang dikemukakan, diduga terjadi pada kasus pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi, yang menghebohkan sejak tahun lalu. Diduga logam-logam berat limbah sebuah industri PMA telah terakumulasi di perairan Teluk Buyat. Sekaligus mempengaruhi secara negatif biota perairan, termasuk ikan-ikan yang dikonsumsi masyarakat setempat.
 Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya tidak segera dapat dilihat. Sehingga sering kali diabaikan dan terkadang dianggap sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbaharui. Seringkali yang langsung terbunuh oleh penggunaan pestisida adalah spesies serangga yang menguntungkan seperti lebah, musuh alami hama, invertebrata, dan bangsa burung.
4. Mekanisme Toksisitas Pestisida
Secara fisiologis mekanisme kerja pestisida ada beberapa cara antara lain yaitu : 
a.  Cara Insektisida Membunuh Sasaran 
Menurut Subiyakto Sudarmo (1992)  adanya cara-cara insektisida dalam membunuh jasad sasaran adalah : 
1)  Fisis 
Berpengaruh secara fisis yaitu  bahan insektisida memblokade proses metabolisme, bukan reaksi biokemis atau neurologis, melainkan mekanis misalnya dengan emblokade penutupan pernapasan. Penyerapan air, dari tubuh sehingga organisme akan  kehilangan  kandungan air dan akan mati 
2)  Merusak Enzim 
Mercuri dan garam-garamnya semua asam kuat beberapa logam berat  termasuk cadmium dan timah hitam akan berpengaruh merubah semua enzim dalam system kehidupan organism
3). Merusak Syaraf 
Jenis insektisida yang merusak saraf  adalah methyl bromide, ethylene dibromide, hydrogen cyanida dan chloropicrin. Insektisida merusak syarsf dengan cara kerja fisis. 
4)  Menghambat Metabolisme 
Insektisida yang menghambat transport electron mitokondria, misalnya rotenone HCN dinettrophenols dan organating. 
5)  Meracuni Otot 
Insektisida yang meracuni otot yaitu karena berhubungan langsung terhadap jaringan otot
4.1. Pencegahan pencemaran pestisida
Pencemaran air dapat diketahui dari perubahan warna, bau, serta adanya ematian dari biota air, baik sebagian atau seluruhnya. Bahan polutan yang dapat menyebabkan  polusi air antara lain limbah pabrik, detergen, pestisida, minyak, dan bahan organik yang berupa sisa-sisa organisme yang mengalami pembusukan. Untuk mengetahui tingkat pencemaran air dapat dilihat melalui besarnya kandungan O2 yang terlarut. Ada 2 cara yang digunakan untuk menentukan kadar oksigen dalam air, yaitu secara kimia dengan COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Makin besar harga BOD makin tinggi pula tingkat pencemarannya. Polusi air yang berat dapat menyebabkan polutan meresap ke dalam air tanah yang menjadi sumber air untuk kehidupan sehari-hari seperti mencuci, mandi, memasak, dan untuk air minum. Air tanah yang sudah tercemar akan sulit sekali untuk dikembalikan menjadi air bersih. Pengenceran dan penguraian polutan pada air tanah sulit sekali karena airnya tidak mengalir dan tidak mengandung bakteri pengurai yang aerob. Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan merupakan salah satu sumber pencemaran air. Pupuk dan pestisida yang larut di air akan menyebabkan eutrofikasi yang mengakibatkan ledakan (blooming) tumbuhan air, misalnya alga dan ganggang. Cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran air dapat dilakukan sebagai berikut: (www.sentra-edukasi.com)
1) Cara pemakaian pestisida sesuai aturan yang ada.
2) Sisa air buangan pabrik dinetralkan lebih dahulu sebelum dibuang ke sungai
3) Pembuangan air limbah pabrik tidak boleh melalui daerah pemukiman penduduk. Hal ini bertujuan untuk menghindari keracunan yang mungkin terjadi karena penggunaan air sungai oleh penduduk.
4) Setiap rumah hendaknya membuat septi tank yang baik.
Selain itu ,tindakan pencegahan yang perlu dilakukan antara lain: 
•  ketahuilah atau pahamilah dengan yakin tentang kegunaan dari suatu jenis pestisida. Jangan sampai terjadi salah berantas.Misalnya herbisida jangan digunakan untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati, sedangkan tanah atau tanaman telah terlanjur tercemar. 
•  ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau  petugas penyuluh, 
•  jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida, Tanyakan pada penyuluh apakah sudah saatnya digunakan pestisida, karena belum tentu suatu jenis hama harus diberantas dengan pestisida. 
•  Jangan telat memberantas hama. Jika penyuluh sudah menganjurkan untuk menggunakan pestisida, cepatlah dilakukan. Dengan semakin meluasnya hama akan membutuhkan penggunaan pestisida dalam jumlah besar, ini berarti hanya akan memperbesar peluang terjadinya pencemaran, 
•  jangan salah pakai pestisida. Selain satu jenis pestisida biasanya hanya digunakan untuk suatu jenis hama tertentu, terkadang usia tanaman yang berbeda menghendaki jenis pestisida yang berbeda pula,  
•  jika pestisida yang akan digunakan harus dibuat larutan terlebih dahulu, gunakan tempat yang khusus untuk itu. Pada waktu mengaduk, larutan jangan sampai tercecer ke tempat lain. Perhatikan dengan tepat jumlah larutan yang dibuat agar tidak terdapat sisa setelah pemakaian.

5. Kesimpulan
Pencemaran atau polusi didefenisikan sebagai masuknya zat-zat atau energi ke dalam lingkungan laut baik langsung maupun tidak langsung akibat adanya kegiatan manusia. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut, terutama kehidupan di laut, kesehatan manusia, mengganggu aktivitas di laut (usaha penangkapan, budidaya, jalur pelayaran, dan sebagainya).
Pencemaran pestisida berasal dari industry pertanian ataupun lahan-lahan pertanian yang menggunakan pestisida sebagai pengusir hama. Residu pestisida dapat terbawa oleh badan-badan air, sperti sungai, run-off dan lainnya yang berujung di laut/muara sungai. Hal ini berarti pestisida telah memasuki daerah pantai dan dapat mencemari daerah sekitarnya termasuk perairan disekitar. Ini dapat membawa dampak bagi organism yang hidup di daerah tersebut. Racun pestisida ini dapat mengendap di dalam jaringan tubuh organism sperti syaraf, lambung dan lainnya, hal yang lebih buruk adalah racun ini dapat menjadi biomagnifikasi, dimana racun tersebut menyebar melalui ranttai makanan, dari tropic level satu ke tropic level berikutnya dan efek/konsentarsi racun ini dapat bertambah besar.
Langkah yang dapat diambil untuk pencegahan adalah dengan mengurangi pmakaian zat pestisida sebagai penghilang hama, dapat diganti dengan yang ramah lingkungan, seperti biopestida yang bahannya terbuat dari tumbuhan, dan pengontrolan dari pemerintah tentang pemakaian pestisida di industry pertanian serta regulasi yang jelas tentang aturan penggunaan pestisida untuk bidang pertanian.
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Rachmat Benny, 1999,  Kebijaksanaan,  Strategi, dan Program Pengendalian  Pencemaran dalam  Pengelolaan Pesisir dan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB. 
Anonim, 1995,  Membrane Filtration System, dalam  Water & Environtment Vol.4 No.32, Januari 1995. 
Boyd, C.E & F. L. Lichkoppler. 1986. Water Quality Management in Pond Culture. Research and Development Series No. 22. Project AID/DSANGOO. Infisi Manual Seri No. 36. Ditjenkan. Jakarta
Chahaya, Indra. 2003.  Ikan sebagai alat Monitor Pencemaran. “http://id.USU digitallibrary/fkm-indra c2.pdf”.
Djojosumarto,P, 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta, Kanisius Sudarmo.
Pohan, N, 2004. Pestisida dan Pencemarannya. USU repository, fakultas teknik, Universitas Sumatera Utara.
Pramudianto, Bambang, 1999, Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.
Subiyakto,S, 1992. Pestisida Tanaman. Kanisius,Yogyakarta.
Wudianto,R.,2007. Petunjuk Penggunaan Pestisida.Penerbit Penebar (AIPTI)


(NB: Jika ingin mengambil sebagian materi harap mencantumkan sitasi sebagai bentuk penghargaan hak cipta orang lain. terima kasih.)

Comments

Popular posts from this blog

POLA ADAPTASI BIOTA INTERTIDAL TERHADAP VARIASI PASANG-SURUT DI DAERAH MANGROVE (KERANG Polymesoda coaxans)

EKOFISIOLOGI DAN PROSES RESPIRASI (KONSUMSI OKSIGEN PADA KERANG)